hati saya terasa miris ketika melihat berita di sebuah stasiun televisi
swasta, di mana dua kelompok remaja yang masih mengenakan seragam
putih-biru terlibat baku-hantam di sebuah jalan ibu kota Jakarta. Ya,
itulah anak-anak pelajar SLTP kita yang sedang saling serang satu sama
lainnya, alias tawuran.
Kejadian itu langsung mengingatkan saya
pada 1 tahun yang lalu, dimana masyarakat kita digegerkan dengan
tindakan-tindakan menyimpang yang dilakukan oleh remaja kita, di Bandung
dengan genk Motornya, di Pati dengan genk Neronya, serta di
tempat-tempat lainnya yang tidak sempat terekspos oleh media. Itulah
salah satu sisi kehidupan remaja di negara tercinta kita ini, yang konon
akan menjadi generasi penerus bangsa.
Bagi masyarakat kita, aksi-aksi kekerasan baik
individual maupun massal mungkin sudah merupakan berita harian. Seperti
yang kita ketahui bersama untuk saat ini beberapa televisi (baik
nasional maupun lokal) bahkan membuat program-program khusus yang
menyiarkan berita-berita tentang aksi kekerasan.
Aksi-aksi kekerasan dapat terjadi di mana saja, seperti
di jalan-jalan, di sekolah, di kompleks-kompleks perumahan, bahkan di
pedesaan. Aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal (mencaci maki)
maupun kekerasan fisik (memukul, meninju, dll). Pada kalangan remaja
aksi yang biasa dikenal sebagai tawuran pelajar/masal merupakan hal yang
sudah terlalu sering kita saksikan, bahkan cenderung dianggap biasa.
Pelaku-pelaku tindakan aksi ini bahkan sudah mulai dilakukan oleh
siswa-siswa di tingkat SLTP/SMP. Hal ini sangatlah memprihatinkan bagi
kita semua
Aksi-aksi kekerasan yang
sering dilakukan remaja sebenarnya adalah prilaku agresi dari diri
individu atau kelompok. Agresi sendiri menurut Scheneiders (1955)
merupakan luapan emosi sebagai reaksi terhadap kegagalan individu yang
ditampakkan dalam bentuk pengrusakan terhadap orang atau benda dengan
unsur kesengajaan yang diekspresikan dengan kata-kata (verbal) dan
perilaku non verbal.
Agresif
menurut Murry (dalam Halll dan Lindzey,1993) didefinisiakan sebagi
suatui cara untuk melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai,
menyerang, membunuh, atau menghukum orang lain. Atau secara singkatnya
agresi adalah tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau
merusak milik orang lain.
Perilaku
agresif menurut David O. Sars (1985) adalah setiap perilkau yang
bertujuan menyakiti orang lain, dapat juga ditujukan kepada perasaan
ingin menyakiti orang lain dalam diri seseorang.
Sedangkan menurut Abidin (2005) agresif mempunyai
beberapa karakteristik. Karakteristik yang pertama, agresif merupakan
tingkah laku yang bersifat membahayakan, menyakitkan, dan melukai orang
lain. Karakteristik yang kedua, agresif merupakan suatu tingkah laku
yang dilakukan seseorang dengan maksud untuk melukai, menyakiti, dan
membahayakan orang lain atau dengan kata lain dilakukan dengan sengaja.
Karakteristik yang ketiga, agresi tidak hanya dilakukan untuk melukai
korban secara fisik, tetapi juga secara psikis (psikologis), misalnya
melalui kegiatan yang menghina atu menyalahkan.
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan maka
dapat kita tarik kesimpulan bahwa prilaku agresif adalah sebuah tindakan
kekerasan baik secara verbal maupun secara fisik yang disengaja
dilakukan oleh individu atau kelompok terhadap orang lain atau
objek-objek lain dengan tujuan untuk melaukai secara fisik maupun
psikis.
Pertanyaannya kemudian
adalah faktor-faktor apa saja yang dapat menjadi pemicu perilaku agresi
tersebut? Mengapa kasus-kasus sepele dalam kehidupan sosial masyarakat
sehari-hari dapat tiba-tiba berubah menjadi bencana besar yang berakibat
hilangnya nyawa manusia? Mengapa Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
tersebut, ada baiknya kita memahami terlebih dahulu apa saja penyebab
perilaku agresi.
Menurut Davidoff
perilaku agresif remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. Faktor Biologis
Ada beberapa faktor biologis yang mempengaruhi
perilaku agresif yaitu:
a. Gen tampaknya berpengaruh pada
pembentukan sistem neural otak yang mengatur perilaku agresi. Dari
penelitian yang dilakukan terhadap binatang, mulai dari yang sulit
sampai yang paling mudah dipancing amarahnya, faktor keturunan
tampaknya membuat hewan jantan yang berasal dari berbagai jenis lebih
mudah marah dibandingkan betinanya.
b. Sistem otak yang tidak terlibat
dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau menghambat sirkuit neural
yang mengendalikan agresi. Pada hewan sederhana marah dapat dihambat
atau ditingkatkan dengan merangsang sistem limbik (daerah yang
menimbulkan kenikmatan pada manusia) sehingga muncul hubungan timbal
balik antara kenikmatan dan kekejaman. Prescott (Davidoff, 1991)
menyatakan bahwa orang yang berorientasi pada kenikmatan akan sedikit
melakukan agresi sedangkan orang yang tidak pernah mengalami kesenangan,
kegembiraan atau santai cenderung untuk melakukan kekejaman dan
penghancuran (agresi). Prescott yakin bahwa keinginan yang kuat untuk
menghancurkan disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menikmati sesuatu hal
yang disebabkan cedera otak karena kurang rangsangan sewaktu bayi.
c. Kimia darah.
Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor
keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresi. Dalam suatu
eksperimen ilmuwan menyuntikan hormon testosteropada tikus dan beberapa
hewan lain (testosteron merupakan hormon androgen utama yang memberikan
ciri kelamin jantan) maka tikus-tikus tersebut berkelahi semakin sering
dan lebih kuat. Sewaktu testosteron dikurangi hewan tersebut menjadi
lembut. Kenyataan menunjukkan bahwa anak banteng jantan yang sudah
dikebiri (dipotong alat kelaminnya) akan menjadi jinak. Sedangkan pada
wanita yang sedang mengalami masa haid, kadar hormon kewanitaan yaitu
estrogendan progresteronmenurun jumlahnya akibatnya banyak wanita
melaporkan bahwa perasaan mereka mudah tersinggung, gelisah, tegang dan
bermusuhan. Selain itu banyak wanita yang melakukan pelanggaran hukum
(melakukan tindakan agresi) pada saat berlangsungnya siklus haid ini.
2. Faktor lingkungan
Yang mempengaruhi perilaku agresif remaja yaitu:
a. Kemiskinan
Remaja
yang besar dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku agresi mereka
secara alami mengalami penguatan. Hal yang sangat menyedihkan adalah
dengan berlarut-larut terjadinya krisis ekonimi dan moneter menyebabkan
pembengklakan kemskinan yang semakin tidak terkendali. Hal ini berarti
potensi meledaknya tingkat agresi semakin besar. Ya walau harus kita
akui bahwa faktor kemiskinan ini tidak selalu menjadikan seseorang
berperilaku agresif, dengan bukti banyak orang di pedesaan yang walau
hidup dalam keadaan kemiskinan tapi tidak membuatnnya berprilaku
agresif, karena dia telah menerima keadaan dirinya apa adanya.
b. Anoniomitas
Terlalu
banyak rangsangan indra dan kognitif membuat dunia menjadi sangat
impersonal, artinya antara satu orang dengan orang lain tidak lagi
saling mengenal. Lebih jauh lagi, setiap individu cenderung menjadi
anonim (tidak mempunyai identiras diri). Jika seseorang merasa anonim ia
cenderung berperilaku semaunya sendiri, karena ia merasa tidak terikkat
dengan norma masyarakat da kurang bersimpati dengan orang lain.
c. Suhu udara yang panas
Bila diperhatikan dengan seksama tawuran yang terjadi
di Jakarta seringkali terjadi pada siang hari di terik panas matahari,
tapi bila musim hujan relatif tidak ada peristiwa tersebut. Begitu juga
dengan aksi-aksi demonstrasi yang berujung pada bentrokan dengan petugas
keamanan yang biasa terjadi pada cuaca yang terik dan panas tapi bila
hari diguyur hujan aksi tersebut juga menjadi sepi.
Hal ini sesuai dengan pandangan bahwa suhu suatu
lingkungan yang tinggi memiliki dampak terhadap tingkah laku sosial
berupa peningkatan agresivitas. Pada tahun 1968 US Riot Comision pernah
melaporkan bahwa dalam musim panas, rangkaian kerusuhan dan agresivitas
massa lebih banyak terjadi di Amerika Serikat dibandingkan dengan
musim-musim lainnya (Fisher et al, dalam Sarlito, Psikologi
Lingkungan,1992
3. Kesenjangan generasi
Adanya perbedaan atau jurang pemisah (gap) antara
generasi anak dengan orang tuanya dapat terlihat dalam bentuk hubungan
komunikasi yang semakin minimal dan seringkali tidak nyambung. Kegagalan
komunikasi antara orang tua dan anak diyakini sebagai salah satu
penyebab timbulnya perilaku agresi pada anak.
4. Amarah
Marah merupakan emosi yang memiliki cirri-ciri
aktifitas system saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan
tidak suka yang sangat kuat yang biasanya disebabkan akarena adanya
kesalahan yang muingkin nyata-nyata salah atau mungkin tidak (Davidoff,
Psikologi Suatu Pengantar, 1991). Pada saat amrah ada perasaan ingin
menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya
timbul pikiran yang kejam. Bila hal tersebut disalurkan maka terjadilah
perilaku agresif.
5. Peran belajar model kekerasan
Model pahlawan-pahlawan di film-film seringkali
mendapat imbalan setelah mereka melakukan tindak kekerasan. Hal bisa
menjadikan penonton akan semakin mendapat penguatan bahwa hal tersebut
merupakan hal yang menyenangkan dan dapat dijadikan suatu sistem nilai
bagi dirinya. Dengan menyaksikan adegan kekerasan tersebut terjadi
proses belajar peran model kekerasan dan hali ini menjadi sangat efektif
untuk terciptanya perilaku agresif.
6. Frustasi
Frustasi terjadi bila seseorang terhalang oleh
ssesuatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan,
pengharapan atau tindakan tertentu. Agresi merupakan salah satu cara
merespon terhadap frustasi. Remaja miskin yang nakal adalah akibat dari
frustasi yang behubungan dengan banyaknya waktu menganggur, keuangan
yang pas-pasan dan adanya kebutuhan yang harus segera tepenuhi tetapi
sulit sekali tercap[ai. Akibatnya mereka menjadi mudah marah dan
berprilaku agresi.
7. Proses pendisiplinan yang keliru
Pendidikan disiplin yang otoriter dengan penerapan
yang keras terutama dilakukan dengan memberikan hukuman fisik, dapat
menimbulkan berbagai pengaruh yang buruk bagi remaja (Sukadji, Keluarga
dan Keberhasilan Pendidikan, 1988). Pendidikan disiplin seperti akan
membuat remaja menjadi seorang penakut, tidak ramah dengan orang lain,
membenci orang yang memberi hukuman, kehilangan spontanitas serta
kehilangan inisiatif dan pada akhirnya melampiaskan kemarahannya dalam
bentuk agresi kepada orang lain.
Sejak
manusia dilahirkan ke dunia ini ia akan melewati beberapa priode
kehidupan hingga saat dia sampai ke liang lahad. Masa kanak-kanak,
remaja, dewasa, dan kemudian menjadi orangtua, tidak lebih hanyalah
merupakan suatu proses wajar dalam hidup yang berkesinambungan dari
tahap-tahap pertumbuhan yang harus dilalui oleh seorang manusia. Setiap
masa pertumbuhan memiliki ciri-ciri tersendiri, masing-masing mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Demikian pula dengan masa remaja. Masa remaja
sering dianggap sebagai masa yang paling rawan dalam proses kehidupan
ini. Masa remaja sering menimbulkan kekuatiran bagi para orangtua. Masa
remaja sering menjadi pembahasan dalam banyak seminar. Padahal bagi si
remaja sendiri, masa ini adalah masa yang paling menyenangkan dalam
hidupnya. Oleh karena itu, dengan mengetahui faktor penyebab seperti
yang dipaparkan di atas diharapkan dapat diambil manfaat bagi para
orangtua, pendidik dan terutama para remaja sendiri dalam berperilaku
dan mendidik generasi berikutnya agar lebih baik sehingga aksi-aksi
kekerasan baik dalam bentuk agresi verbal maupun agresi fisik dapat
diminimalkan atau bahkan dihilangkan.
Khalil Gibran mengatakan bahwa anak adalah ibarat anak
panah. Pertanyaannya, sudahkah anak panah ini memperoleh kebebasan untuk
mengarahkan kemana yang ia tuju? Ataukah demi gengsi, atau apalah yang
lain anak panah itu akan dibawa dan ditancapkan pada sasaran? Remaja
adalah sebuah generasi dari suatu peradaban. Karenanya mempunyai peran
strategis dalam perencanaan pembangunan dan bahkan pada arah serta
pelaku pembangunan itu sendiri. Namun demikian perlakuan yang salah pada
remaja baik yang nakal maupun yang tidak oleh para orangtua dan
pengambil kebijakan justru akan berakibat semakin buruk pada peradaban
bangsa itu.
Daftar Pustaka
David, Jonathan Psikologi Sosial, Jakarta: Erlangga,
2005.
Koeswara, E, Agresi Manusia.
Bandung: PT Erasco. 1998.
Sarlito
Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2004.
Sumadi Suryabrata, Psikologi
Pendidikan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004.
http: // www. E- psikologi. Com/ epsi/ individual
detail. Asp ?id= 380