Rabu, 30 Maret 2011

tanaman keladi tikus pembasmi kanker


Penyakit Kanker Sudah Tidak Berbahaya Lagi

Kanker tidak lagi mematikan. Para penderita kanker di Indonesiadapat


memiliki harapan hidup yang lebih lama dengan ditemukannya tanaman

"KELADI TIKUS" (Typhonium Flagelliforme/ Rodent Tuber) sebagai tanaman

obat yang dapat menghentikan dan mengobati berbagai penyakit kanker

dan
berbagai penyakit berat lain.



Tanaman sejenis talas dengan tinggi maksimal 25 sampai 30 cm ini hanya


tumbuh di semak yang tidak terkena sinar matahari langsung. "Tanaman


ini sangat banyak ditemukan di Pulau Jawa," kata Drs.Patoppoi Pasau,


orang pertama yang menemukan tanaman itu di Indonesia .




Tanaman obat ini telah diteliti sejak tahun 1995 oleh Prof Dr Chris


K.H.Teo,Dip Agric (M), BSc Agric (Hons)(M), MS, PhD dari Universiti


Sains Malaysia dan juga pendiri Cancer Care Penang, Malaysia. Lembaga




perawatan kanker yang didirikan tahun 1995 itu telah membantu ribuan


pasien dari Malaysia , Amerika, Inggris , Australia , Selandia Baru,


Singapura, dan berbagai negara di dunia.




Di Indonesia, tanaman ini pertama ditemukan oleh Patoppoi di


Pekalongan, Jawa Tengah. Ketika itu, istri Patoppoi mengidap kanker


payudara stadium III dan harus dioperasi 14 Januari 1998. Setelah


kanker ganas tersebut diangkat melalui operasi, istri Patoppoi harus


menjalani kemoterapi (suntikan kimia untuk membunuh sel, Red) untuk


menghentikan penyebaran sel-sel kanker tersebut.


"Sebelum menjalani kemoterapi,dokter mengatakan agar kami


menyiapkan wig (rambut palsu) karena kemoterapi akan mengakibatkan


kerontokan rambut, selain kerusakan kulit dan hilangnya nafsu makan,"


jelas Patoppoi.




Selama mendampingi istrinya menjalani kemoterapi, Patoppoi terus


berusaha mencari pengobatan alternatif sampai akhirnya dia mendapatkan


informasi mengenai penggunaan teh Lin Qi di Malaysia untuk mengobati


kanker. "Saat itu juga saya langsung terbang ke Malaysiauntuk membeli


teh tersebut,"


ujar Patoppoi yang juga ahli biologi. Ketika sedang berada di sebuah


toko


obat di Malaysia , secara tidak sengaja dia melihat dan membaca buku


mengenai pengobatan kanker yang berjudul Cancer, Yet They Live karangan


Dr Chris K.H. Teo terbitan 1996.


"Setelah saya baca sekilas, langsung saja saya beli buku tersebut.


Begitu menemukan buku itu, saya malah tidak jadi membeli teh Lin Qi,


tapi langsung pulang ke Indonesia ," kenang Patoppoi sambil tersenyum.


Di buku itulah Patoppoi membaca khasiat typhonium flagelliforme itu.




Berdasarkan pengetahuannya di bidang biologi, pensiunan pejabat


Departemen Pertanian ini langsung menyelidiki dan mencari tanaman


tersebut. Setelah menghubungi beberapa koleganya di berbagai tempat,


familinya di Pekalongan Jawa Tengah, balas menghubunginya. Ternyata,


mereka menemukan tanaman itu di sana . Setelah mendapatkan tanaman


tersebut dan mempelajarinya lagi, Patoppoi menghubungi Dr. Teo di


Malaysia untuk menanyakan kebenaran tanaman yang ditemukannya itu.




Selang beberapa hari, Dr Teo menghubungi Patoppoi dan menjelaskan bahwa




tanaman tersebut memang benar Rodent Tuber. "Dr Teo mengatakan agar


tidak ragu lagi untuk menggunakannya sebagai obat,"


lanjut Patoppoi.


Akhirnya, dengan tekad bulat dan do'a untuk kesembuhan, Patoppoi mulai


memproses tanaman tersebut sesuai dengan langkah-langkah pada buku


tersebut


untuk diminum sebagai obat. Kemudian Patoppoi menghubungi putranya,


Boni Patoppoi di Buduran, Sidoarjo untuk ikut mencarikan tanaman


tersebut.


"Setelah melihat ciri-ciri tanaman tersebut, saya mulai mencari di


pinggir sungai depan rumah dan langsung saya dapatkan tanaman tersebut


tumbuh liar di


pinggir sungai," kata Boni yang mendampingi ayahnya saat itu.




Selama mengkonsumsi sari tanaman tersebut, isteri Patoppoi mengalami


penurunan efek samping kemoterapi yang dijalaninya. Rambutnya berhenti


rontok, kulitnya tidak rusak dan mual-mual hilang. "Bahkan nafsu makan


ibu saya pun kembali normal," lanjut Boni.




Setelah tiga bulan meminum obat tersebut, isteri Patoppoi menjalani


pemeriksaan kankernya. "Hasil pemeriksaan negatif, dan itu sungguh


mengejutkan kami dan dokter-dokter di Jakarta ," kata Patoppoi. Para


dokter itu kemudian menanyakan kepada Patoppoi, apa yang diberikan pada


isterinya. "Malah mereka ragu, apakah mereka telah salah memberikan


dosis kemoterapi kepada kami," lanjut Patoppoi.




Setelah diterangkan mengenai kisah tanaman Rodent Tuber, para dokter


pun mendukung Pengobatan tersebut dan menyarankan agar


mengembangkannya. Apalagi melihat keadaan isterinya yang tidak


mengalami efek samping kemoterapi yang sangat keras tersebut. Dan


pemeriksaan yang seharusnya tiga bulan sekali


diundur menjadi enam bulan sekali."Tetapi karena sesuatu hal, para


dokter tersebut tidak mau mendukung secara terang-terangan penggunaan


tanaman sebagai


pengobatan alternatif," sambung Boni sambil tertawa.




Setelah beberapa lama tidak berhubungan, berdasarkan peningkatan


keadaan isterinya, pada bulan April 1998, Patoppoi kemudian menghubungi


Dr.Teo




melalui fax untukmenginformasik an bahwa tanaman tersebut banyak

terdapat
di Jawa dan

mengajak Dr. Teo untuk menyebarkan penggunaan tanaman ini di

Indonesia.
Kemudian Dr . Teo langsung membalas fax kami, tetapi mereka tidak tahu

apa yang harus mereka perbuat, karena jarak yang jauh," sambung

Patoppoi.
Meskipun Patoppoi mengusulkan agar buku mereka diterjemahkan dalam

bahasa Indonesiadan disebar-luaskan di Indonesia, Dr. Teo menganjurkan




agar kedua belah pihak bekerja sama dan berkonsentrasi dalam usaha


nyata membantu penderita kanker di Indonesia.


Kemudian, pada akhir Januari 2000 saat Jawa Pos mengulas habis mengenai


meninggalnya Wing Wiryanto, salah satu wartawan handal Jawa


Pos,Patoppoi sempat tercengang. Data-data rinci mengenai gejala,


penderitaan, pengobatan yang diulas di Jawa Pos, ternyata sama dengan


salah satu pengalaman pengobatan penderita kanker usus yang dijelaskan


di buku tersebut. Dan eksperimen pengobatan


tersebut berhasil menyembuhkan pasien tersebut.


"Lalu saya langsung menulis di kolom Pembaca Menulis di Jawa Pos,"


ujar Boni.


Dan tanggapan yang diterimanya benar-benar diluar dugaan. Dalam sehari,


bisa sekitar 30 telepon yang masuk. "Sampai saat ini, sudah ada sekitar


300 orang


yang datang ke sini," lanjut Boni yang beralamat di Jl. KH. Khamdani,


Buduran Sidoarjo.






Pasien pertama yang berhasil adalah penderita Kanker Mulut Rahim


stadium dini. Setelah diperiksa, dokter mengatakan harus dioperasi.


Tetapi karena belum memiliki biaya dan sambil menunggu rumahnya laku


dijual


untuk biaya operasi, mereka datang setelah membaca Jawa Pos.


Setelah diberi tanaman dan cara meminumnya, tidak lama kemudian pasien


tersebut datang lagi dan melaporkan bahwa dia tidak perlu dioperasi,


karena hasil pemeriksaan mengatakan negatif.




Berdasarkan animo masyarakat sekitar yang sangat tinggi, Patoppoi


berusaha untuk menemui Dr. Teo secara langsung. Atas bantuan Direktur


Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan, Sampurno,


Patoppoi dapat menemui Dr. Teo di Penang , Malaysia . Di kantor Pusat


Cancer Care Penang, Malaysia , Patoppoi mendapat penerangan lebih

lanjut


mengenai riset tanaman yang saat ditemukan memiliki nama Indonesia .


Ternyata saat Patoppoi mendapat buku "Cancer, Yet They Live" edisi


revisi tahun 1999, fax yang dikirimnya di masukkan dalam buku tersebut,


serta pengalaman


isterinya dalam usahanya berperang melawan kanker. Dari pembicaraan


mereka, Dr. Teo merekomendasi agar Patoppoi mendirikan




perwakilan Cancer Care di Jakarta dan Surabaya . Maka secara resmi,


Patoppoi dan putranya diangkat sebagai perwakilan lembaga sosial Cancer


Care Indonesia , yang juga disebutkan dalam buletin bulanan Cancer

Care,
yaitu di

Jl. Kayu Putih 4 No. 5, Jakarta , telp. 021-4894745,

dan di Buduran, Sidoarjo.

Cancer Care Malaysiatelah mengembangkan bentuk

pengobatan tersebut secara lebih canggih. Mereka telah memproduksi

ekstrak Keladi Tikus


dalam bentuk pil dan teh bubuk yang dikombinasikan dengan berbagai


tananaman lainnya dengan dosis tertentu. "Dosis yang diperlukan


tergantung penyakit yang diderita," kata Boni.




Untuk mendapatkan obat tersebut, penderita harus mengisi formulir yang


menanyakan keadaan dan gejala penderita dan akan dikirimkan melalui fax




ke Dr. Teo. "Formulir tersebut dapat diisi disini, dan akan kami

fax-kan.
Kemudian Dr. Teo sendiri yang akan mengirimkan resep sekaligus



obatnya, dengan harga langsung dari Malaysia , sekitar 40-60 Ringgit


Malaysia ," lanjut Boni.


"Jadi pasien hanya membayar biaya fax dan obat, kami tidak menarik


keuntungan,


malahan untuk yang kurang mampu, Dr.Teo bisa memberikan perpanjangan


waktu pembayaran. " tambahnya.






Sebenarnya pengobatan ini juga didukung dan sedang dicoba oleh salah


satu dokter senior di Surabaya, pada pasiennya yang mengidap kanker


ginjal. Adadua pasien yang sedang dirawat dokter yang pernah menjabat


sebagai direktur salah satu rumah sakit terbesar di Surabayaini. Pasien


pertama yang


mengidap kanker rahim tidak sempat diberi pengobatan dengan keladi

tikus,
karena telah

ditangani oleh rekan-rekan dokter yang telah memiliki reputasi. Setelah


menjalani kemoterapi dan radiologi, pasien tersebut mengalami

kerontokan
rambut, kulit rusak dan gatal, dan selalu muntah.

Tetapi pada pasien kedua yang mengidap kanker ginjal, dokter ini


menanganinya sendiri dan juga memberikan pil keladi tikus untuk

membantu
proses penyembuhan kemoterapi.



Pada pasien kedua ini, tidak ditemui berbagai efek yang dialami


penderita pertama, bahkan pasien tersebut kelihatan normal. Tetapi


dokter ini menolak untuk diekspos karena


menurutnya, pengobatan ini belum resmi diteliti di Indonesia .


Menurutnya, jika rekan-rekannya mengetahui bahwa dia memakai pengobatan


alternatif, mereka akan memberikan predikat sebagai "ter-kun" atau


dokter-dukun.


"Disinilah gap yang terbuka antara pengobatan konvensional dan modern,"


kata dokter tersebut.




Banyak hal menarik yang dialami Boni selama menerima dan memberikan


bantuan kepada berbagai pasien. Bahkan ada pecandu berat putaw dan


****-**** di Surabaya , yang pada akhirnya pecandu tersebut mendapat


kanker paru-paru. Setelah mendapat vonis kanker paru-paru stadium III,


pasien tersebut mengkonsumsi pil


dan teh dari Cancer Care. Hasilnya cukup mengejutkan, karena ternyata


obat tersebut dapat mengeluarkan racun narkoba dari peredaran darah


penderita dan


mengatasi ketergantungan pada narkoba tersebut.


"Tapi, jika pecandu sudah bisa menetralisir racun dengan keladi tikus,


dia tidak boleh memakai narkoba lagi, karena pasti akan timbul


resistensi. Jadi jangan


seperti kebo, habis mandi berkubang lagi," sambung Boni sambil

tertawa.


Juga ada pengalaman pasien yang meraung-raung kesakitan akibat serangan


kanker yang menggerogotinya, karena obat penawar rasa sakit sudah tidak


mempan lagi. Setelah diberi minum sari keladi tikus, beberapa saat


kemudian pasien tersebut tenang dan tidak lagi merasa kesakitan.




Menurut data Cancer Care Malaysia, berbagai penyakit yang telah


disembuhkan adalah berbagai kanker dan penyakit berat seperti kanker


payudara, paru-paru, usus besar-rectum,




liver, prostat, ginjal, leher rahim, tenggorokan, tulang, otak, limpa,


leukemia, empedu, pankreas,


dan hepatitis.




Jadi diharapkan agar hasil penelitian yang menghabiskan milyaran


Ringgit


Malaysiaselama 5 tahun


dapat benar-benar berguna bagi dunia kesehatan.


sumber: http://www.bintangmawar.net/forum/showthread.php?t=51444

Pengikut